Oleh: Fr. Demacha Fibonanda OMI
Pengalaman ini merupakan momen yang mengesankan bagi saya dan Br. Fero selama menjalani asistensi Natal dan Tahun baru di Kalideres, Jakarta. Kami menjalani asistensi sejak tanggal 22 Desember 2024 hingga 2 Januari 2025. Selama di Jakarta, saya dan Br. Fero tinggal bersama tiga orang oblat lainnya, yakni Rm. Bono OMI, Rm. Eko OMI, dan Diakon Prasojo OMI. Adapun dua frater dari San Giovani Malang yang kebetulan juga sedang menjalani live in di Paroki SMI, mereka adalah Fr. Alex (Projo Ketapang) dan Fr. Jaka (Projo Pontianak). Selama hampir dua minggu kami hidup sebagai satu komunitas.
Beragam peristiwa yang terjadi di sana membuat saya semakin teguh di dalam panggilan sebagai OMI. Menurut data yang saya ingat, ada lebih dari belasan ribu umat di Jakarta (belum termasuk para pendatang). Melihat data tersebut, sementara saat ini hanya ada 3 oblat yang berkarya di sana (2 Romo dan 1 Diakon). Bisa dibayangkan betapa sibuknya para oblat yang berkarya di sana. Hal ini tampak jelas ketika saya tiba di Komplek Gereja Paroki St. Maria Imakulata, Kalideres. Bangunan Gerejanya terlihat seperti sebuah mall (3 lantai), bahkan ada liftnya. Karena saya bukan orang kota, maka ini adalah fenomena baru bagi saya pribadi.
Selama berlangsungnya misa malam natal dan natal pagi, seluruh ruangan di Gereja terisi penuh, semua aula juga digunakan untuk live streaming, ada yang harus duduk di atas tangga, hingga misa di parkiran mobil. Fenomena yang membuat saya kagum sekaligus “kasihan” karena sebegitu banyak umat Katolik di paroki tersebut, namun tidak ada tempat yang ideal bagi mereka untuk merayakan Misa. Yah, mau bagaimana lagi.
Selain mengambil bagian dari petugas liturgi selama natal dan tahun baru, Diakon Pras juga mengarahkan saya agar dekat dengan kaum muda di sana. Bukan tanpa maksud, tujuannya adalah agar minimal kaum muda dapat mendengar dan mengenali apa itu panggilan sebagai “religius”, khususnya dalam OMI. Peran dan tugas tersebut sebenarnya bukan sesuatu yang asing bagi saya secara pribadi. Bahkan saya rasa sangat menyenangkan. Saya membuka cara pandang baru bagi mereka bahwa menjalani hidup sebagai religius, biarawan-biarawati itu membahagiakan. Sejauh saya amati, kebanyakan orang-orang berpikir menjalani kehidupan di seminari itu seperti tinggal di penjara. Padahal realitanya tidaklah demikian. Justru di seminari aspek-aspek manusiawi itu ditumbuhkan dan dikembangkan. Bakat atau talenta yang dimiliki seseorang pun dapat di-upgrade, tentunya demi misi yang lebih mulia, yakni agar nama Tuhan semakin dimuliakan di mana pun. Sepertinya saya tertular bakat marketingnya Diakon Prasojo selama berada di Jakarta. Kesempatan apapun bisa saya bahasakan agar seseorang tertarik menjadi seorang biarawan/biarawati. Bekal yang saya rasa baik sebagai promotor panggilan. Hehe..
Beberapa orang menilai bahwa prospek panggilan sebagai biarawan/biarawati di Jakarta merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Akan tetapi saya pribadi tidak setuju sepenuhnya. Anak-anak muda di Jakarta sebenarnya memiliki kerinduan dan ketertarikan untuk hidup secara berkomunitas sebagai religius. Hanya saja, kurang adanya ruang perjumpaan antara biarawan/biarawati dengan mereka. Hal ini menimbulkan kurangnya edukasi akan betapa indahnya hidup sebagai seorang religius, apalagi OMI. Saya pribadi bersyukur menjadi wakil OMI yang terjun di antara anak-anak muda di Paroki SMI. Harapan saya secara pribadi, semoga semakin banyak anak-anak muda yang tertarik untuk ambil bagian dalam misi Gereja untuk menyebarluaskan Injil dimana pun, melalui panggilan sebagai Imam, Bruder, maupun suster.
Selamat Natal 2024 dan Selamat Tahun Baru 2025.