Tahap Probasi adalah salah satu tahap yang harus dilalui oleh para formandi yang berada di masa Pranovisiat. Setelah sebelumnya aku dan kedelapan saudara lainnya melalui tahap Probasi Kerja, kami kemudian melanjutkan ke tahap Probasi Sosial sebagai penutup Tahap Probasi. Terhitung dari (1/4/2024) sampai (30/4/2024) kami menjalankan tugas di tempat perutusan kami masing-masing. Aku bersama salah satu rekan sepanggilan (Sdr. Agra) mendapat kesempatan untuk menjalani Probasi Sosial di Panti Wredha Rindang Asih I Ungaran, Semarang (PWRA I Ungaran). Tempat yang masih sangat asing serta suhu udara yang cukup panas tentunya memerlukan penyesuaian yang sedini mungkin demi kelancaran dalam pelayanan. Mengenai hal teknis yang akan kami kerjakan selama berada di panti telah dijelaskan oleh suster yang menjadi ketua unit PWRA I Ungaran. Beliau adalah Suster Emerensiana, AK.
Hari diawali dengan bangun lebih awal karena harus mengikuti Misa pagi pukul 05.30 WIB di paroki. Kami baru tiba di panti kembali sekitar pukul 06.30 dan langsung berganti pakaian untuk memulai aktivitas di panti. Bila kami masih sempat melayani oma-oma saat makan, maka akan kami laksanakan. Namun terkadang ketika kami tiba, mereka telah selesai makan sehingga kami hanya mencuci perkakas makanan. Jam 07.00 ketika para karyawan doa bersama, kami diperintahkan untuk sarapan agar setelah mereka berdoa, kami langsung mendampingi oma-oma untuk mengikuti kegiatan harian.
Bila bertugas sebagai pengasuh, saya diminta untuk memimpin acara hingga pukul 09.30, diantaranya mengecek dan memastikan kesehatan oma-oma, senam, dan bernyanyi bersama. Setelah itulah saya harus mengisi kegiatan oma-oma dengan hal yang menyenangkan dan relative lama agar oma-oma tetap produktif dan tidak jenuh. Pukul 11.00 doa bersama diadakan yang meliputi doa Rosario, ibadat siang, dan tambahan doa-doa dari Buku Puji Syukur. Oma-oma dijadwalkan makan siang pada pukul 12.00 dan di sinilah kami terkadang membagi tugas, seperti menyuapi oma, membersihkan ruang makan, mencuci piring, dan mengantar para oma kembali ke tempat tidur bagi mereka yang berada di kursi roda. Setelah semuanya beres, barulah kami berdua makan.
Pengalaman berdinamika di panti mengajarkanku beberapa keutamaan yang dapat dijadikan bekal di masa depan, seperti multitalent. Salah satu karyawan yang cakap dalam setiap bidang (pengasuh, memasak, cuci pakaian, dan cleaning service) memotivasiku untuk cakap juga di berbagai bidang layaknya seorang religius pada umumnya. Para oma yang senang berbagi pengalaman mengajakku untuk bisa menjadi pendengar setia, khususnya bagi mereka yang sedang dalam situasi terpuruk dan membutuhkan orang lain untuk bercerita. Tidak jarang mereka menjadikan kebersamaan sebagai wahana melatih kesabaran dan kelembutan dalam melayani orang lain. Misalnya ketika meyuapi oma yang rewel. Tidak jarang aku dan rekan kerja lainnya terkena semburan bubur dari mereka. Dalam suasana hati yang tidak baik-baik saja, aku berusaha untuk tetap sabar dan memperlakukan oma dengan lembut. Biasanya sambil dipijit atau disanjung-sanjung agar memudahkan dalam menyuap.
Satu pemikiran yang senantiasa menguatkanku dalam pelayanan terhadap para lansia, yakni memposisikan diri seperti mereka. Bagaimana perasaanku ketika diperlakukan tidak baik poleh pengasuh di hari tuaku nanti? Jika Tuhan berkehendak, aku pun akan berada di fase seperti demikian, tidak dapat berbuat apa-apa tanpa bantuan dari orang lain. Singkatnya apa yang saya tanam, itu jugalah yang saya tua di hari mendatang.