ditulis oleh: Bruder Fransiskus Dhope (novis OMI)
"...Semangat merasul kita ditopang oleh pemberian seluruh hidup melalui Oblatio, sebuah persembahan diri yang terus-menerus diperbaharui dalam tuntutan-tuntutan perutusan kita...." (Konstitusi OMI No.2)
Penggalan judul di atas merupakan salah satu tema dari rekoleksi mengenai misi. Sabtu (11/12) hingga Minggu (12/12) merupakan hari yang sangat berbeda dari biasanya di komunitas novisiat OMI Beato Joseph Gerard. Pada akhir pekan kali ini, para novis OMI Beato Joseph Gerard mengikuti rekoleksi yang dibawakan oleh Romo Antonius Widiatmoko, OMI. Rekoleksi ini terbagi menjadi dua sesi. Sesi pertama bertema “Meneladan Semangat Misi St. Eugenius De Mazenod” sedangkan pada sesi kedua bertemakan seperti judul di atas yaitu “Dipanggil Untuk Diutus”. Para novis mengikuti rekoleksi ini dengan antusias. Hal ini nampak dari perhatian para novis saat Rm. Widi menyampaikan materi, serta keseriusan para novis dalam menjaga keheningan batin selama rekoleksi berlangsung.
Dalam rekoleksi ini, kami dibimbing untuk memahami apa sebenarnya misi itu serta bagaimana menjadi seorang misionaris. Dari rekoleksi itu terangkum jelas bahwa menghidupi semangat misionaris merupakan sebuah proses. Bukan sesuatu yang muncul tiba-tiba bagaikan turun dari langit. Bersemangat misioner melibatkan proses pengolahan pengalaman hidup sebelum akhirnya diutus untuk mewartakan Kabar Gembira, layaknya seekor kupu-kupu yang mengalami sebuah proses metamorfosis dari telur menjadi ulat, dari ulat menjadi kepompong dan akhirnya dari kepompong lahirlah seekor kupu-kupu yang indah. Pengalaman yang diolah itu bisa pengalaman yang manis maupun yang pahit sekalipun. Terkadang kita terlalu terlarut dalam pengalaman pahit kita, sehingga kita lupa akan rencana ataupun kehendak Tuhan atas diri kita melalui pengalaman itu. Romo Widi memberikan peneguhan kepada kami, “Jangan kecil hati, bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. Tak ada satu pun kegelapan hidup, bahkan yang paling gelap sekalipun, yang Tuhan tidak mampu mengubahnya menjadi terang”. Kami dimotivasi untuk terus menggali dan menemukan pengalaman perjumpaan secara personal dengan Tuhan Yesus dalam sejarah hidup. Hanya sesudah mengalami perjumpaan personal dengan pribadi Yesus yang menyelamatkan, orang dapat menjadi misionaris yang tangguh dan tahan uji. Tanpa itu, tidak. Dengan perspektif iman, segala peristiwa hidup, baik yang menyenangkan atau pun tidak, hendaknya dipandang sebagai cara Allah membimbing kita menuju hidup yang semakin penuh dalam pemberian diri pada orang yang miskin dan terlantar. Dalam diri mereka itu, Tuhan Yesus berkenan hadir dan dijumpai.
Dalam rekoleksi ini pula, kami diajak untuk melihat dan meneladani semangat misi Bapa Pendiri St. Eugenius de Mazenod dan semangat pertobatan St. Paulus yang mengalami “kebutaan” kemudian “disembuhkan” dan akhirnya “menjadi saksi Kristus”. Kedua Santo ini telah mengalami perjumpaan personal dengan Yesus. Perjumpaan itu telah menjadi pengalaman penyembuhan bagi masing-masing, dan merubah orientasi hidup mereka ke arah yang lebih baik (pertobatan). Sebagai orang miskin di hadapan Yesus, kami diajak untuk semakin menyadari dan memahami kebutuhan-kebutuhan orang miskin “dari dalam” (yakni kasih, penerimaan, pengampunan, kesetiakawanan, solidaritas) karena kita pun telah mengalami “kemiskinan” itu dan diselamatkan Allah. Karena dorongan pengalaman kasih Allah, kita pun membagikan kasih Allah itu kepada mereka yang belum mengalaminya, khususnya yang miskin dan terlantar. Dilaksanakan bukan karena keterpaksaan, melainkan sebagai uangkapan syukur dan sukacita karena telah dikasihi oleh Allah sendiri. Kasih itu tidak mungkin disimpan sendirian. Dan uniknya, kasih itu justru makin besar ketika dibagikan kepada yang lain.
Pada akhirnya kami diantar oleh Rm. Widi untuk memahami makna Ekaristi bagi seorang misionaris. Setiap kali kami menyambut Roti Hidup dalam komuni suci, Tuhan mengundang kami pula untuk ikut bersedia membagi-bagikan Roti Hidup-Nya (juga sekaligus roti hidup kami: waktu, tenaga, pemikiran, perhatian) demi kebaikan sesama, khususnya mereka yang miskin dan paling terabaikan. Materi yang diberikan kepada kami sungguh-sungguh membuat kami menyadari pentingnya sebuah proses dalam sebuah perutusan. Sharing pengalaman maupun hasil refleksi yang dibagikan satu sama lain pun semakin memperkaya kami dan meneguhkan kami para novis satu sama lain. Rekoleksi ini semakin membawa kami dalam penghayatan iman dan membantu kami berproses menemukan dan mengalami perjumpaan personal dengan Yesus. Semoga pada akhirnya kami semakin kokoh membangun hidup panggilan kami ini, di atas batu karang bukan di atas pasir.
Terpujilah Yesus Kristus dan Maria Imakulata!!