Injil Tuhan kita Yesus Kristus menurut Santo Lukas
Lukas 2,40;52; 3,23
Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya. [….] Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.[…..] Ketika Yesus memulai pekerjaan-Nya, Ia berumur kira-kira tiga puluh tahun.
Hidup Yesus tersembunyi selama 30 tahun dan selama itulah ia juga belajar dari ayah tersembunyi-Nya. Masa yang tersembunyi ini juga ditekankan dari cepatnya kisah naratif yang mengungkapkan hidup Yesus selama 30 tahun tersebut di antara akhir Bab 2 dan bab 3 Injil Lukas. Dalam periode ketersembunyian yang lama itu, Yesus- yang adalah sungguh Allah dan sungguh manusia- belajar tentang kemurnian, kemiskinan dan ketaatan melalui keluarganya. Siapa yang tahu akan relasi indah Yesus dengan Yosef, orang yang dalam mimpi diminta oleh Allah untuk menjadi ayah “tak nampak” bagi Yesus?”
Paus Fransiskus menulis:
Seorang Ayah tidak dilahirkan tetapi dibuat.... […] ketika seorang laki-laki menerima tanggungjawab terhadap hidup orang lain, dalam arti tertentu ia telah menjadi ayah bagi orang tersebut. […] menjadi seorang ayah harus diikuti dengan memperkenalkan kehidupan dan realitasnya kepada anak-anak. Seorang ayah tidak menarik mereka kembali, atau menjadi terlalu overprotective atau posesif, tetapi berusaha mendidik mereka agar mampu membuat keputusan bagi diri mereka sendiri, menikmati kebebasan serta selalu menjelajahi setiap kemungkinan baru dalam hidupnya. Mungkin, karena alasan inilah, Yosef disebut sebagai ayah “yang paling murni dalam tradisi kita. Gelar tersebut bukan dari symbol afeksi semata melainkan kumpulan dari semua sikap yang ia tunjukkan sebagai lawan dari sikap posesif. […] hanya apabila cinta kita sungguh murni, barulah itu dapat disebut sebagai cinta kasih.; ia membiarkan kita bebas bahkan untuk dalam arti tertentu “tersesat” lalu kemudian berusaha melawan ketersesatan kita itu. Oleh karena itu, ketersembunyian berarti seperti kemurnian Yosef dan kerendahan hati serta kepatuhan Yesus.
Kharisma berbicara kepada kita:
Selama retret setelah memasuki seminari, Eugenius memperolah sebuah kesadaran betapa kecilnya dia dan dengan energy Provencalnya, dengan sumber tenaga seorang kaum muda, dan juga sebuah hasrat mendalam untuk radikal dalam Tuhan, ia menulis:
Pemberian diri dan perhatian penuh pada petunjuk superior, penyelesaian sempurna terhadap perintah-perintah kecil mereka, seberapa terlihat remehnya itu bagi seseorang yang telah hidup selama 26 tahun dengan ketaktergantungannya yang penuh, bahkan kadang dipandang sebagai sebuah olah tapa. Taat pada peraturan secermat-cermatnya, bahkan ketika aku mungkin saja dilihat terlalu kaku di mata teman-teman saya. Cinta kasih yang bersahabat dan tulus kepada semua saudaraku, menghormati superiorku, dan mempercayakan banyak hal pada mereka. Aku akan menjadi orang yang lebih introspeksi diri dan mencoba meneladan teman-temanku yang berkehendak kuat, teliti, dan mendalam. Aku akan menunjukan hormat khusus, setidaknya dalam pikiran saya, kepada mereka yang telah menerima tahbisan imamat, dan secara umum aku akan memegang karakter luhur ini dalam rasa hormat yang terdalam, menunjukkan kerendahan hati yang mendalam setiap kali berjumpa dengan seorang imam yang kita sadari dan kita akui di hadapan Tuhan bahwa aku tidak terlalu pantas untuk bisa mengenakan karakter yang begitu mengagumkan, dan setidaknya bagi seseorang yang yang pernah hidup jauh dan melupakan Allah. Kerendahan hati di atas segala kerendahan hati harus menjadi dasar dari bangunan keselamatanku.
Marilah kita berdoa semoga kita dapat seperti Yesus dan Yosef, kita belajar untuk hidup tersembunyi (Tidak pamer) khususnya ketika hal itu diminta kepada kita; untuk menjadi “ayah” dan “ibu” bagi sesama sehingaa kita dapat menjadi seorang saksi bagi Cinta Kasih Allah di dunia.
Terjemahan oleh Fr. Henrikus Prasojo, OMI