“Aku datang dan bergabung di biara untuk menjadi orang Kudus, dan aku menginginkan itu dengan segenap jiwaku” (2 Oktober, 1937)
Dua hari kemudian, “kekeringan rohani” melandanya, tetapi di hari berikutnya ia kembali memiliki semangat yang meluap-luap. Ia memilih “Sebuah jalan penyangkalan diri bagi Yesus dan melepaskan segala sesuatu hanya bagi-Nya.” (10 Oktober)
Pengalaman kedalaman sukacita karena bersatu dengan Allah: “Pada pagi hari saya merasakan Bara Api Cinta Kasih berkobar dalam diriku, tetapi terkadang selama menjalani hari kobaran api itu meredup karena sifat manusiawi saya. Saya ingin melawannya selalu demi pengudusan diri yang total.” (24 Oktober).
Ia merasakan kedekatan dengan Yesus:
“Pada hari ini, Yesus telah membuat saya mengenal betapa manisnya berlutut di depan kaki-Nya dalam kapel, dan betapa menyenangkan mengkontemplasikan tabernakel dengan sebuah perasaan bahwa di sana, di belakang pintu tabernakel, Yesus hadir.” (4 November).
“Ya Yesus, benamkanlah aku dalam cinta-Mu…. Aku melayani-Mu, Kucinta padaNya. Dunia tak lagi berharga bagiku, karena Allah adalah segala milikku.” (7 dan 8 November)
Untuk mengasihi Yesus dengan sungguh, seseorang harus memiliki keutamaan sejati. Hal terpenting adalah: kerendahan hati.
“Jalan perendahan diri, jalan pengosongan diri adalah jalan hidupku. Yesus membimbingku melalui itu semua.” (10 November). “Di tengah rasa ragu dan juga keputusasaan, seberapa sulitpun itu, kita harus terus melangkah sebab Yesus membimbing kita” (9 November).
Mengikuti teladan Santa Teresia dari Kanak-kanak Yesus, ia ingin untuk “menyenangkan hati Yesus, dan menjadi pembawa penghiburan-Nya.” (16 November).
Ketika mengalami kekeringan, di mana kehidupan spiritual terasa dingin, kita perlu mengingat bahwa “Tidak mungkin mencintai Tuhan tanpa pengorbanan…. Kehidupan religius sejati harus mengalir dari menit ke menit antara penyangkalan diri dan matiraga.” (18 November). “Yesus, demi Engkau, aku ingin menderita, menderita seumur hidupku! Yesus, untukMu aku ingin terus tersenyum melalui air mataku.” (20 November)
“Yesuslah idolaku, Yesuslah satu-satunya harta berhargaku, segenap akal budiku ada pada-Nya, hatiku juga ada pada-Nya. (21 November). “Yesus, aku mengasihi Engkau dan aku ingin tergila-gila mencintai-Mu.” (21 November).
“Makin banyaklah rinduku pada Yesus, dan cintaku kepadaNya bermekaran di hatiku. Berpikir tentangNya membuatku merasa semakin kehilangan kedaginganku. Hidup hanya bagi-Nya, bagi-Nya aku menderita, itulah hasrat jiwaku. Kupersembahkan kepada-Nya semua peristiaw dan latihan dalam hidupku. (29 November).
Belas kasih bukanlah sekedar perasaan, pertama-tama kamu harus melakukan kehendak Allah: “ inilah prinsip yang ingin kujalani dalam hidupku.” (30 November).
Kutinggalkan rumah ayahku, kerabat dan sahabat-sahabatku untuk mengikuti Yesus, untuk mengikuti Dia, sehingga tidaklah mungkin di dalam biara untuk melipat tangan dan istirahat dengan nyaman, sebab Yesus telah memikul salib-Nya mendahului aku….. Jadi! Aku harus mengikuti Yesus! …. Siang dan malam…. Sampai akhir hidupku, kupersembahkan jiwaku bagi Allah.” (2 Desember).
Berjuang demi kekudusan, demi kesempurnaan sejati, adalah sebuah pergulatan terus-menerus, pergulatan dengan diri, pergulatan dengan dunia …. Untuk hal inilah aku mencoba untuk bermatiraga. Aku menolak semua kenyamanan dan hal-hal yang menyenangkan, dan aku mencoba untuk masuk sepenuhnya pada kehendak Allah. Untuk menimba aneka keutamaan dan membentukku dengan kebiasaan yang baik, sebuah kebiasaan demi kebaikan.” (3 Desember)
Banyak oblat telah dikuduskan oleh karena kesetiaan mereka pada Aturan hidup. Ia ingin mengikuti jejak mereka dan berusaha setia pada aturan suci, sebisa mungkin sehingga kalau ia tidak setia ia akan merasa bersalah. (3 Januari 1938)
Lebih jauh lagi, ia mengatakan bahwa “bahkan di saat berekreasi kita tidak boleh lupa untuk mengatur rekoleksi juga.” (15 Januari).
Hanya dengan penyangkalan diri terus-menerus, kesadaran akan kehadiran Allah yang menghidupkan kita, tindakan kasih terus-menerus yang membawa jiwa kita pada kesempurnaan (19 Januari).
Untuk pertama kalinya, kasih Yesus menggabungkan Bunda tak bernoda pada catatan 26 Januari, “Yesus, melalui hati perawan yang tak bernoda, kupersembahkan bagi Hati-Mu yang tak bernoda, segenap pikiran, perkataan, pekerjaan, doa, kedukaan dan penderitaanku.” (26 Januari).
Dalam keraguan, kedukaan dan juga cobaan ia berseru kepada Maria: “Ya Maria, bantulah aku, ya Bunda penolong abadi, janganlah biarkan aku lepas dari Allah-ku.” (18 Februari)
Namun, jalan menuju kesempurnaan sangatlah panjang dan sulit. Terkadang, “aku melakukan yang sesuai dengan kehendakku, bukan kehendak Allah. (5 Maret).
Tegangan yang terus-menerus, perjuangannya, telah melemahkan tubuhnya sejak awal April sampai pertengah Mei. Ia harus dirawat oleh dokter, sehingga 1 April sampai 11 Mei ia tidak mencatat apapun.
Pada 12 Mei, ia mencatat: untuk pertama kalinya, aku melakukan latihan lagi seperti biasa setelah pengobatan. Hidup batinku menderita selama masa pengobatan ini.”
Pada bulan Mei, bulan yang dipersembahkan bagi Bunda Maria, cintanya kepada Sang Bunda membawanya pada sukacita besar (15 Mei).
Seperti 19 Mei, setiap catatan diawali dengan kata “Yesus” dan pada 16 Juli, pesta skapulir Bunda Maria, ia mengakhiri catatannya dengan sapaan kepada Perawan Maria: Salam Maria!
“Pada Bunda Maria kuletakkan harapanku. Dalam tangannyalah takdir hidupku. Ia tidak akan pernah meninggalkanku, tetapi akan selalu mendukung dan menolongku.” (19 dan 20 Mei).
Doa tidak boleh putus dalam hidupmu. Untuk alasan itulah, ia memutuskan untuk mengucapkan “Salam Maria” setiap jam dalam hari; membangkitkan semangatnya pada setiap bunyi detak jarum: “O hati Yesus yang manis, buatlah aku mampu mencintai-Mu lebih dan lebih lagi.” (31 Mei).
Tetapi ia menyadari bahwa kesucian tidak ada pada tindakan eksternal semata, tidak juga dalam doa yang amat panjang, namun “di dalam belas kasih dan kesetiaan untuk berjalan dalam hadirat Yesus” (9 Juni).
Masa Novisiat hampir berakhir, dan ia tidak selalu bersemangat seperti biasanya. Ia kadang lalai dalam latihan rohaninya, terkadang ia tidak sabar dengan saudara-saudaranya. (21 dan 23 Juni).
Ia membayangkan bagaimana berdamai dengan kesehatannya, dan oleh superiornya ia mendapat rekomendasi yang didasari oleh semangat hidup superiornya itu. (13 dan 14 Juli).
Catatan terakhir bertanggal 23 Agustus. Ia merasa sedih karena pembimbing rohaninya dipindahkan ke tempat lain: “Siapa yang akan menuntunku ke surga sekarang?”