Oleh: Fr. Henrikus Prasojo, OMI (Sedang menjalani Tahun Orientasi Pastoral di Seminari Menengah Yuniorat OMI Beato Mario Borzaga, Cilacap)
Setiap manusia memiliki impian dan cita-cita. Dengan usaha yang keras dan juga perjuangan yang panjang banyak orang berhasil menggapai impian dan cita-cita mereka. Momen memanjakan mata di puncak Gunung Sindoro harus kami akhiri, dan kami semua harus “turun” dari atas puncak sebelum pukul 11.00 WIB. Hal ini dikarenakan adanya zat blerang aktif yang akan mengganggu pernafasan yang biasanya muncul di Puncak Gunung Sindoro pada pukul 12.00 WIB. Kami pun bersama-sama turun.
Kami menikmati satu malam lagi di Pos 3 dan menikmati keindahan alam dari Pos 3 yang sering dikenal dengan Sunrise Hunter. Pos 3 ini diberi nama Sunrise Hunter karena dari Pos 3 ini pemandangan matahari terbit sangat jernih dan jarang tertutup kabut. Dari pos ini juga terlihat aneka gunung lainnya yang ada di Jawa Tengah seperti Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Ungaran dan Gunung Sumbing. Tak terkatakan keindahan ciptaan Tuhan yang kami nikmati dari pos 3 ini. Setelah sarapan selesai, kami menghilangkan segala jejak kami di pos 3 ini, khususnya sampah-sampah yang kami ciptakan. Alam ini menyambut kami dengan lingkungan bersihnya, maka kami pun membuatnya tetap bersih selepas kami menumpang bermalam di tempat ini.
Sejenak sebelum melakukan perjalanan menuruni gunung, saya merenungkan sebuah arti kesombongan. Saya melihat betapa indahnya dan nikmatnya pemandangan di atas puncak gunung ini, dan rasanya sayang sekali jika harus turun dan kembali ke bawah. Saya tidak akan bisa menikmati kembali pemandangan seperti ini untuk kurun waktu yang relative lama. Apakah ini yang dirasakan orang-orang yang sedang berada di “atas”. Ketika berada di “atas” memang banyak hal bisa dilihat dan dinikmati. Misalkan saja jika berada pada jabatan sekelas manajer ataupun supervisor, meskipun tanggung jawabnya berat, kepadanya diberikan kenyamanan-kenyamanan dalam fasilitas dan jaminan kesejahteraan. Dalam konteks hidup membiara, mungkin jabatan-jabatan strategis tertentu bisa saja menjadi godaan untuk ‘tetap stay’ pada posisi tersebut.
Namun perjalanan kali ini meyakinkan saya bahwa naik-turunnya kehidupan kita adalah sesuatu yang wajar. Apalagi sebagai seorang biarawan, tinggal dalam kenyamanan bukan sesuatu yang dikehendaki Tuhan. “Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.” (Luk 10, 3). Ia yang memanggil saya sebagai seorang biarawan memberikan kalimat perutusan yang cukup menggetarkan hati yaitu selalu pergi ke tempat-tempat di mana saya belum tentu menemukan kenyamanan. Mudah sekali merasakan panggilan Tuhan di tengah situasi yang menyenangkan, aman, berkecukupan; di lain sisi, menjadi tantangan untuk tetap menjalani panggilan Tuhan ketika berhadapan dengan situasi yang kurang menyenangkan dan sulit.
Saya pun sempat sejenak terduduk sambil melihat pemandangan megahnya Gunung Sumbing yang ada di seberang saya berpijak. Sebenarnya saya ini hanyalah salah satu ciptaan kecil yang dikaruniai Tuhan. Di tengah kemegahan alam ciptaan yang Tuhan buat, saya hanyalah bagian kecil dari semesta ini. Lantas, adakah yang bisa saya sombongkan? Dengan situasi nyaman, aneka pencapaian yang saya raih, ataupun keberhasilan-keberhasilan saya, adakah salah satu dari itu semua bisa saya sombongkan? Tidak ada, tidak ada satupun yang bisa saya sombongkan. Jika dibandingkan dengan hebatnya karya yang Tuhan berikan kepada manusia, tidak ada satupun pencapaian yang saya raih bisa saya sombongkan. Terlebih saya menyadari bahwa apa yang telah saya raih sampai hari ini adalah berkat campur tangan Tuhan dan juga dukungan dari banyak orang yang mengasihi saya.
Ahh, perjalanan turun gunung, sebuah kerelaan untuk meninggalkan kenyamanan yang ada di atas puncak gunung, untuk kembali menjalani realita kehidupan di bawah sana. Perjalanan menjalani panggilan Tuhan pun menjadi suatu perjalanan terus-menerus untuk mengabdi pada-Nya meskipun sudah sesekali merasakan keberhasilan ataupun meraih suatu pencapaian. Terima kasih Tuhan atas kenyamanan yang Engkau berikan kepada saya dan teman-teman Yuniores, bantulah kami Tuhan untuk selalu setia pada perutusan kami, untuk meninggalkan kenyamanan yang pernah kami raih untuk sekali lagi berjuang dan terus berjuang menjawab panggilan-Mu dengan lebih sungguh.
Gunung Sindoro, 13 April 2021
+Selasa Pekan II Paskah+
Fr. Henrikus Prasojo, OMI