ditulis oleh : Rm. Antonius Widiatmoko, OMI (Magister Novis)
"...Kita akan selalu memandang Maria sebagai Ibu kita. Dalam kedekatan yang mendalam dengan Maria, Bunda Belaskasih, kita menghayati penderitaan dan kegembiraan misionaris..." (Konst. OMI No.10)
Salah satu gelar Maria yang dinyatakan sebagai dogma Gereja adalah Maria Dikandung Tanpa Noda. Gereja Katolik merayakannya setiap tanggal 08 Desember, sejak tahun 1854. Pernyataan gelar Maria ini bukan didasarkan pada studi teologis yang mendalam pada tahun-tahun sebelumnya, tetapi dilandaskan pada rasa iman umat (sensus fidelium) pada umumnya. Ajaran mengenai ketidakberdosaan Maria ini berasal dari keyakinan umat yang sudah dihidupi secara merata di banyak tempat. Barulah kemudian Gereja mengajarkan hal itu secara resmi sebagai dogma.
Bagi para misionaris Oblat, Bunda Maria menempati posisi yang sangat terhormat dan bahkan menjadi nama diri para Oblat, yakni: Kongregasi Misionaris Oblat Maria Imakulata (artinya: Maria Tanpa Noda). Nama Kongregasi ini sendiri sebenarnya adalah pemberian Gereja (Paus Leo XII, 1826) saat mengesahkan Kongregasi. Semula nama Kongregasi yang hendak diajukan untuk mendapatkan pengesahan dari Gereja ialah Oblat Santo Carolus.
Namun Pastor Eugenius kemudian mengubahnya menjadi Oblat Maria Imakulata saat menyampaikan permohonan resmi kepada Paus Leo XII. Paus Leo XII ternyata sangat berkenan dengan kelompok misionaris ini karena semangat dedikasinya yang besar kepada Gereja, dan beliau mengesahkan pendirian Kongregasi Misionaris Oblat Maria Imakulata. Sungguh nama yang indah, anugerah luarbiasa dari Tuhan sendiri melalui Gereja. Dalam Kongregasi, Maria dihormati sebagai Pelindung Kongregasi. Dia itu Bunda bagi Para Misionaris OMI.
Baru-baru ini Kongregasi OMI melaksanakan Kapitel Umum ke-37 di Roma, Italia, dengan tema ‘Peziarah Harapan dalam Persekutuan’. Pastor Chicho Rois OMI (Superior Jenderal baru) menyebut Bunda Maria sebagai teladan para peziarah. Sesudah mengatakan ‘ya’ terhadap panggilan Tuhan yang disampaikan kepadanya melalui Malaikat Agung Gabriel, Maria kemudian melaksanakan perjalanan (ziarah) dengan mengunjungi Elisabeth, saudari sepupunya.
Apakah saat menjawab ‘ya’ Maria sudah memahami secara penuh kehendak Tuhan atas dirinya itu? Injil mencatat bahwa Maria merenungkan hal itu dalam hatinya. Kepada Malaikat Agung Gabriel, ia sempat bertanya, ‘bagaimana hal itu akan terjadi sebab ia belum bersuami’. Pertanyaan dilontarkannya bukan karena ia meragukan kuasa Allah, melainkan karena rasa antusiasme Maria untuk mengetahui bagaimana hal sedemikian ajaib itu akan terjadi.
Maria tidak pernah meragukan Allah, ia percaya sepenuh-penuhnya kepada kebijaksanaan rencana Allah. Setiap kali menjumpai situasi sulit, yang dilakukan Maria adalah merenungkan semuanya itu dalam hatinya. Ia selalu berusaha menempatkan dirinya dalam perspektif rencana Allah sendiri, yang pasti jauh lebih luas daripada perspektif pribadinya sebagai manusia. Demikianlah yang kira-kira terjadi dalam batin Maria, saat ia tengah melaksanakan perjalanan untuk mengunjungi Elisabet. Ia terus-menerus memperbarui jawaban ‘ya’ yang pernah ia berikan kepada Malaikat Agung Gabriel, sampai saat ketika Maria nantinya berdiri di bawah salib Putranya.
Tinggal bersama para novis yang sedang menegaskan kehendak Tuhan atas panggilan khusus ini bagi diri mereka masing-masing, mengajak saya untuk merenungkan aspek peziarahan iman para Misionaris OMI. Saat ini Kongregasi OMI berkarya di 69 negara, dengan situasi yang tidak selalu mudah, kadang harus berhadapan dengan bahaya yang mengancam nyawa. Situasi-situasi seperti itu dapat membuat orang menjadi merasa ragu-ragu dan kecil hati.
Oleh karena itu, para Oblat diajak untuk tekun meneladani sikap iman Maria. Seperti Bunda Maria yang terus memperbarui jawaban ya, para Oblat juga diundang untuk terus memperbarui komitmen yang pernah dipersembahkan kepada Tuhan dan GerejaNya saat kaul pertama, kaul kekal, dan tahbisan-tahbisan sucinya. Para Oblat hendaknya selalu menempatkan dirinya dalam perspektif rencana keselamatan Allah. Dengan itu, para Oblat juga diundang untuk terus melaksanakan pertobatan pribadi dan pembaruan diri, sambil meneguhkan kaum beriman lainnya dalam peziarahan yang sama.
Perjumpaan Maria dengan Elisabet telah membuat bayi Yohanes Pembaptis yang masih dalam kandungan Elisabet melonjak kegirangan. Perjumpaan itu sekaligus memberikan sukacita dalam hati Maria dan makin meneguhkan jawaban ya-nya kepada kehendak Allah. Demikianlah dalam peziarahan hidup ini, para Oblat diundang untuk memaknai perjumpaan-perjumpaanya dengan kaum miskin dan yang terabaikan, sebagai saat perjumpaan dengan Tuhan sendiri yang menyegarkan sukacita para misionaris.
Ketika krisis-krisis panggilan mungkin sedang dialami, sangat baik jika bercermin pada Maria Bunda Para Misionaris, yakni: menjaga keheningan batin, terus berjalan meskipun pelan, sambil merenungkan kehendak Tuhan dan menempatkan diri yang kecil ini dalam perspektif besar rencana keselamatan Allah, serta memaknai setiap perjumpaan dengan sesama khususnya yang kecil, miskin dan terabaikan sebagai kesempatan penuh sukacita yang makin meneguhkan komitmen persembahan hidup bagi Tuhan dan GerejaNya.
Demikianlah seperti kata-kata dalam Konstitusi OMI no.10, para Oblat akan selalu memandang Maria sebagai Bundanya, dan bersama dengannya menghayati penderitaan dan sukacita hidup misionaris, sukaduka peziarah yang terus menjaga api harapannya dalam kebersamaan dengan yang lain.