ditulis oleh: Fr. Blasius YB Sura (novis OMI)
“…. Setiap tindakan dalam hidup kita merupakan kesempatan berjumpa dengan Tuhan, yang melalui kita Ia memberikan diri bagi orang lain, dan melalui yang lain, Ia memberikan diri bagi kita…”
(Konst. OMI No. 31)
Kutipan Konstitusi di atas merupakan mutiara iman yang selama ini mungkin terpendam dan kurang saya sadari. Bisa jadi pula, sebagian orang memandang Tuhan sebagai yang terlalu jauh. Memang tidak ada yang salah dari cara dan tindakan iman selama ini. Namun di masa Advent ini, saat kita sedang mempersiapkan diri untuk menyambut kedatanganNya pada hari raya Natal sebentar lagi, baiklah kita menyadari bahwa Ia yang kita nantikan itu sebenarnya telah hadir dan berkarya bersama kita.
Konstitusi OMI No. 31 menyatakan bahwa setiap tindakan dalam hidup kita merupakan kesempatan berjumpa dengan Tuhan, yang melalui kita Ia memberikan diri bagi orang lain, dan melalui yang lain, Ia memberikan diri bagi kita. Artinya, melalui karya dan semua yang kita lakukan Ia turut hadir bersama kita. Pelayanan dan karya kita menjadi sarana dan tempat perjumpaan pribadi dengan Tuhan. Dari perjumpaan itu, lahirlah hidup yang kepenuhannya hanya didapatkan dalam dan melalui Yesus Kristus. Jika kita sungguh mencari Tuhan, maka kita akan menemukan Dia di tempat pelayanan dan karya kita.
Saya punya pengalaman. Suatu hari dalam kesempatan aktivitas kerja pagi dalam komunitas, saya mendapat giliran memberi makan ternak. Saat memberi makan bebek itu menjadi peristiwa iman di mana saya mengalami perjumpaan dengan Tuhan yang menyapa dan meneguhkan saya. Mengurus dan memberi makan bebek-bebek di kandang memang tanggungjawab saya. Namun tanggungjawab itu berkembang menjadi pelayanan, saat saya memberikan muatan cinta pada apa yang saya sedang kerjakan.
Ketika saya melihat bebek-bebek itu sangat bersemangat memakan apa yang saya berikan kepada mereka, hati saya menjadi tersentuh. Waktu hening yang cukup banyak di novisiat OMI Beato Joseph Gerard memungkinkan saya masuk kembali kepada peristiwa itu. Saya menemukan bahwa segala sesuatu yang dilakukan dengan cinta ternyata memberikan sukacita. Saya mengalami perjumpaan dengan Tuhan. Peristiwa ‘memberi makan bebek’ mengantar saya pada kesadaran bahwa ini bukan hanya soal tanggungjawab namun juga soal cinta dan pemberian diri.
Saya pun menjadi teringat akan motivasi panggilan saya untuk melayani umat. Saya teringat sabda Yesus kepada para murid waktu itu, “Kamu harus memberi mereka makan”. ‘Memberi makan bebek’ telah memberikan gambaran kepada saya mengenai sukacitanya melayani umat nantinya. Demikianlah saya begitu tersentuh dengan semua peristiwa ini. Jawaban yang saya cari selama ini ternyata tidaklah jauh seperti dipikirkan. Ketika saya sungguh ingin bersatu dengan Tuhan dan mau mencari Dia dalam peristiwa-peristiwa, maka saya akan menemukan Dia. Dia mengatakan kepada saya (mungkin juga kita) bahwa ‘memberi makan’ itu bukan hanya soal tanggungjawab melainkan juga soal cinta dan pemberian diri.
Peribahasa ini tampaknya memiliki kaitan dengan pertanyaan kita akan kehadiran Tuhan. Mencari dan menemukan Tuhan ternyata tidaklah serumit seperti yang dipikirkan. Ternyata Tuhan dapat dijumpai dalam hal-hal sederhana yang terjadi dalam hidup. Itu merupakan cara Tuhan dalam menyapa dan melawat kita semua, baik di saat-saat kita merasa rapuh maupun saat-saat merasa kuat. Mungkin selama ini kita telah sibuk mencari dan mencari kehadiran Tuhan, tetapi ternyata yang dicari sudah hadir, bahkan hadir dalam peristiwa-peristiwa biasa. Kita saja yang jangan-jangan tidak peka dengan kehadiranNya. Semoga kita tidak menjadi pribadi layaknya dalam peribahasa ‘tikus mati kelaparan di lumbung padi’.