Oleh : Fr. FX. Paiman, OMI (sedang menjalani studi Filsafat Teologi semester VI di Universitas Sanata Dharma)
Seorang umat bertanya kepada Frater tentang Roh Kudus. “Ter, Roh Kudus itu seperti apa ya? Kok aku belum pernah lihat ya?” Frater-nya pun menjelaskan tentang Roh Kudus yang ia ambil dari kisah Pentakosta (Kis 2:1-13). Di sanalah, para rasul dipenuhi oleh Roh Kudus dengan simbol lidah-lidah api dan mereka juga diberi oleh Roh Kudus kemampuan untuk berbicara dalam bahasa-bahasa lain. Oleh karena Roh Kudus, hidup kita dibimbing ke jalan yang benar. Sekali-kali janganlah kita sampai menghujat Roh Kudus karena seperti yang tertulis dalam Kitab Suci: “barang siapa menghujat Roh Kudus, dia tidak akan diampuni; ia menanggung kejahatan dosanya untuk selama-lamanya (Mark 3:29).”
Ada tujuh karunia Roh Kudus, yakni: kebijaksanaan, pengertian, nasihat, keperkasaan, pengenalan, rasa takut akan Allah, dan kesalehan (lih. Yes 11:2-3). Tujuh rahmat itulah yang dianugerahkan saat kita menerima Sakramen Krisma/Penguatan. Ada beberapa syarat yang mesti dipenuhi untuk menerima Sakramen Krisma. Dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) Kan. 889 § 1, dikatakan bahwa yang dapat menerima krisma adalah semua dan yang telah dibaptis serta belum pernah menerima Sakramen Krisma. Mengapa sebelum menerima penguatan kita harus dibaptis terlebih dahulu? Sebab sakramen Baptis adalah pintu gerbang dari semua sakramen lain yang ada dalam Gereja Katolik. Dengan dibaptis, kita diterima oleh Gereja, menjadi bagian dari anggota Gereja, dan kita masuk dalam persekutan jemaat. Adapun dalam KHK Kan. 864, ditegaskan bahwa yang dapat dibaptis ialah setiap dan hanya manusia yang belum dibaptis. Maksudnya, hanya kita manusia inilah satu-satunya makhluk ciptaan yang dapat menerima sakramen baptis, bukan hewan atau tumbuhan, sejauh kita sadar bahwa kita belum pernah dibaptis.
Setelah menerima Sakreman Baptis, kita dapat menerima Sakramen Krisma dengan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Gereja. KHK Kan. 889 menyebut salah satu syarat pertama sebagai calon krisma, yaitu: memiliki akal budi. Adanya akal budi (ratio) memampukan kita dapat mengikuti proses pengajaran penguatan. Dalam pelaksanaan Sakramen Krisma, Bapa Uskup menumpangkan tangan di atas kepala penerima Sakramen Krisma, sambil mengucapkan kata-kata “Terimalah tanda karunia Roh Kudus” (lih. Kan.880). Itulah materia dan forma dari Sakramen Krisma itu sendiri yakni minyak krisma dan kata-kata “terimalah tanda karunia Roh Kudus.” Pada saat itulah, terjadi proses pencurahan Roh Kudus melalui perantara Bapa Uskup kepada kita. Sakramen Krisma ini bersama dengan Sakramen Baptis dan Sakramen Ekaristi disebut sebagai sakramen-sakramen inisiasi Gereja Katolik, karena ketiga sakramen ini menghantar umat beriman pada kesatuan penuh dengan Gereja Katolik.
“Oh gitu ya Ter!” kata umat yang bertanya kepada Frater.
Kisah singkat di atas merupakan gambaran pengalaman saya saat menjalani program Pengabdian Sosial di Paroki Tyas Dalem Gusti Yesus – Macanan, Yogyakarta. Bagi mereka yang hendak menerima Sakramen Krisma, saya bersama beberapa frater OMI tingkat tiga memberikan materi tentang dasar-dasar iman Katolik dan pendewasaannya. Misalnya, di bulan Oktober kami memberikan materi tentang “kemanusiaan dan keallahan Yesus.”
Di awal pertemuan, beberapa frater OMI dari tingkat tiga memberikan pertanyaan kepada calon penerima Krisma: “Apakah benar Tuhan Yesus sungguh Allah dan sungguh manusia?”. Pertanyaan tersebut dilontarkan agar para calon penerima krisma memahami gambaran singkat mengenai pribadi Yesus. Dalam Kitab Suci, sisi kemanusiaan Yesus yang sama seperti kita manusia ditunjukkan. Yesus sendiri pernah wafat, menangis, marah. Itulah sifat kemanusiaan dari diri Yesus sebab Yesus sendiri dilahirkan oleh seorang perawan yang bernama Maria. Yesus hadir ke dunia bukan semata-mata jatuh dari langit. Tetapi ada proses sejarahnya yang dapat kita temukan pada penjelasan mengenai silsilah Yesus Kristus yang ada dalam Injil Matius 1:1-17. Dari silsilah tersebut, ditunjukkan bahwa Yesus sungguh manusia. Sementara sisi keallahan Yesus ditampakkan ketika Ia membangkitkan orang mati, berjalan di atas air, meredakan angin ribut/sakal, dan beberapa kisah lain di dalam Kitab Suci.
Kegiatan pendampingan calon krisma merupakan sarana bagi saya untuk berevangelisasi kepada kaum muda. Proses evangelisasi sendiri saya pahami sebagai proses penerusan wahyu ilahi yang menyangkut pelayanan sabda, pertobatan, dan iman serta proses pertobatan lanjut. Dalam proses evangelisasi tersebut, hal yang penting mesti ada adalah adanya minat terhadap Injil setelah mendengarkan pewartaan walaupun belum disertai dengan keputusan yang teguh, adanya pencarian iman yang dibimbing oleh Roh Kudus dan dikuatkan oleh kerygma pada kesetiaan kepada Kristus dan kehendak untuk mengikuti-Nya. Setelah itu, ia sendiri menyerahkan diri kepada Kristus. Dengan begitu, ia ingin mengenal Kristus lebih dalam dan mempersilahkan Kristus menuntun dirinya, sampai pada akhirnya ia sendiri memutuskan untuk menyatakan pengakuan imannya secara eksplisit melalui penerimaan sakramen krisma.
Pendampingan iman tidak berakhir begitu saja dengan selesainya penerimaan Sakramen Inisiasi, melainkan terus berlanjut hingga akhir hayat. Pendampingan iman itu semestinya bersifat integral, ditandai dengan adanya ada rasa tanggung jawab bersama untuk saling menjaga iman. Melalui rahmat dan terang Roh Kudus, kita dituntun ke jalan yang benar seturut kehendak-Nya.