BLOG

&

POST

SENI PENANAMAN NILAI

December 4, 2024

Fr. Birinus Mahendra Malangan, OMI (novis)

Seni penanaman nilai-nilai keutamaan di Komunitas ini mendukung saya untuk berkembanu. Ini yang dilakukan oleh Magister kami, Romo Antonius Widiatmoko OMI. Bagi saya ini merupakan gambaran hidup berkeluarga pada umumnya, antara sang ayah dan anak-anaknya. Saya bersyukur menjadi bagian dari Novisiat OMI ini karena dengan ini saya menemukan didikan yang saya idealkan selama ini. Mungkin karena masih berkaitan dengen kerinduan saya pada sosok ayah/papa. Figur seorang ayah nampaknya saya temukan pada Rm. Widi, OMI dengan sistem penanaman nilai atau didikan yang bervariasi. Setiap tempat yang menjadi perkumpulan kami para novis dijadikannya kesempatan untuk mendidik. Misalnya, ketika kami makan bersama, di situ kami mendengarkan arahan-arahan dari Romo. Biasanya moment ini kami sebut dengan rekoleksi.

Tiba saatnya kami melaksanakan rekoleksi bulanan. Kali ini suasananya berbeda dari bulan-bulan sebelumnya. Bulan ini fleksibel karena materi rekoleksinya telah dipaparkan di meja makan saat makan malam bersama. Materinya adalah 'MENCINTAI KEBOSANAN'. Ini sangat sesuai dengan konteks hidup kami sehari-hari dalam menapaki jalan panggilan.

Menjalani rutinitas hidup setiap hari, tentu setiap orang pernah mengalami kebosanan. Ini menjadi tantangan bagi yang menjalankan rutinitas setiap harinya dengan kegiatan atau aktivitas yang sama. Di balik itu ada nilai kesetiaan dan ketekunan yang perlu diperjuangkan untuk menjalankan rutinitas itu. Seorang ahli sekrup disebut seorang ahli karena setia dan tekun menjalani proses pembuatan sekrup. Dalam prosesnya ia mengamati dengan baik hingga ia pun bisa mengenali setiap ukuran dan elemen-elemen dari setiap sekrup. Andaikata, dia bosan dan memutuskan untuk tidak bertahan atau menghentikan pembuatan sekrupnya, serta memilih untuk mengerjakan yang lainnya, akankah ia disebut ahli? Karena itu untuk matang dalam suatu hal diperlukan adanya kesetiaan dan ketekunan, serta mencintai kebosanan.

Rm. A. Widiatmoko, OMI (Magister Novis)

Di masa Novisiat ini, saya sedang berproses untuk menjadi ahli rohani. Rutinitas komunitas tentu pernah membosankan. Yang perlu dilakukan untuk menyikapinya adalah mencintai kebosanan. Fokus pada tujuan! Meski bosan harus tetap semangat mengolah kepribadian dan hidup rohani, serta fokus membangun dasar yang kokoh. Dengan demikian baru bisa mencapai kematangan. Romo Widi OMI menegaskan, "Jika masa Novisiat ini dijalani dengan sungguh-sungguh melalui olah kepribadian dan rohani, akan sangat membantu dalam tahap selanjutnya di Skolastikat. Ingat di sana ada 5.000 umat yang menanti, untuk seorang OMI kualitasnya harus dua kali lipat dari imam Projo. Maka semangatlah mengolah diri dan tekuni hidup doamu", tegas Rm. Widi, OMI.

Dalam rekoleksi ini, Rm. Widi OMI sempat mengungkit persoalan yuniores (seminari menengah) yang pacaran. Dengan status sebagai seminaris malah pacaran, dalam tanda kutip sedang mengkhianati umat. Banyak umat yang mendukung pembinaan calon OMI dengan memberikan sebagian kecil rejekinya demi perkembangan si seminaris, namun dipermainkan demi kepentingan egoisme pribadi. Ini yang harus saya sadari sebagai seorang novis, bahwa banyak orang yang sedang menantikan pelayanan, lebih daripada itu mereka pun turut terlibat dalam pembinaan dengen sumbangsih mereka pada rumah formasi. Pertanyaan refleksinya "apakah balasan saya terhadap sumbangsih mereka?" Serius menapaki panggilan Tuhan, fokus pada tujuan yang sebenarnya.

Sebelum malayani umat yang sekian banyaknya, mengolah diri dan meningkatkan kualitas pribadi itu sangat penting. Di sinilah tempatnya di Novisiat OMI Beato Joseph Gerard. Mengolah diri dengan semangat hidup doa dan rohani yang kuat melalui rutinitas yang ada dalam komunitas. Tujuannya adalah agar saya semakin matang khususnya dalam hidup rohani.

Setelah makan malam, kami diarahkan untuk silentium. Hening dan berdoa untuk menemukan kehendak Tuhan atas hidup panggilan sesuai dengan konteks rekoleksi kali ini. Dalam keheningan ini, saya berjumpa dengan Tuhan di hadapan Sakramen Mahakudus. Saya menemukan inspirasi dengan arahan Tuhan untuk membangun dasar yang kokoh. Saya teringat perikop Kitab Suci tentang dua macam dasar, dari Matius 7:24-27. Dua macam dasar yang digambarkan Tuhan Yesus ini adalah rumah atas dasar batu dań rumah atas dasar pasar. Di sini Sabda Yesuslah yang harus jadi pijakan saya. Maka benar bahwa menjalin relasi yang baik dengan Yesus adalah dasar yang kokoh untuk mengolah diri dan rohani.

SEMUA BERITA
chevron-down linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram