Perkembangkan dunia teknologi komunikasi di abad ke XXI ini memanglah sangat tidak terhitung pesatnya, sehingga tidak menutup kemungkinan tergerusnya budaya lokal sebagai modal dan moral hidup berbangsa dan bernegara. Rendahnya pemahaman akan pentingnya menumbuhkan nilai-nilai luhur budaya ibu pertiwi dalam kehidupan sehari-hari, rasa gengsi yang tinggi terhadap adanya keberadaan modernisasi dunia dalam segala aspek, sikap acuh terhadap kehidupan bermasyarakat, pemikiran sempit terhadap pentingnya memilih panggilan hidup sebagai anggota gereja Katholik, dan padatnya agenda beserta tugas dalam hidup orang muda katholik jaman sekarang, semua hal tersebut mampu membuat luntur kebersamaan dan keharmonisan hidup. Tentunya gereja tidak tinggal diam akan permasalahan yang tengah mengombang ambingkan haluannya. Gereja sangat sadar akan pentingnya kekayaan budaya dalam tubuh setiap umatnya,
Menghidupkan, menanamkan, dan memberikan pengertian akan pentingnya hidup berbudaya kepada kaum muda telah diupayakan oleh gereja melalui sosialisasi budaya di berbagai seminari. Seminari merupakan salah satu tempat sosialisasi budaya demi menanamkan pentingnya rasa kebanggaan terhadap budayanya sendiri. Setiap calon imam diajak untuk menemukan nilai-nilai luhur budayanya, mengangkat unsur-unsur Ilahi yang sudah dimiliki setiap budaya, sehingga mampu menampakkan keragaman ciptaan Allah. Harapannya adalah setiap calon imam mampu memahami dan menjaga nilai-nilai yang ada di setiap tempat perutusan.
Menanamkan nilai luhur dan kelebihan budaya masing-masing juga telah lama dilakukan pada Kongregasi Oblat Maria Imakulata. Seluruh tingkatan rumah formasinya telah melaksanakan sosialisi budaya masing-masing. Sosialisasi tersebut dilakukan oleh anggota yang memiliki budaya tersebut, dan diberikan kepada setiap anggota komunitas di tempat dia berada. Sebagai contoh diadakan “The Day of Cultures”, yaitu pagelaran hari budaya di seminari menengah Yuniorat OMI Beato Mario Borzaga Cilacap. Setiap anggota Yuniorat OMI mulai dari para formator, formandi, dan karyawan memiliki keragaman asal usul tempat dan budaya. Pagelaran hari budaya dilandasi oleh kesadaran bersama akan pentingnya budaya dalam menghidupi panggilan, memperkaya pengetahuan, serta membekali calon religius yang akan memimpin ribuan umat dengan keragamannya.
Acara The Day of Cultures berjalan dengan penuh sukacita, kehangatan, kebersamaan. Semua merasa diteguhkan dalam menjalin relasi dengan budaya lain tanpa harus minder dengan budayanya sendiri. Toleransi terhadap keberagaman juga semakin tampak melalui dukungan, perhatian, keterlibatan dan sorak-sorai dalam acara tersebut. Semua hal di atas saya rasakan langsung sebagai pemandu acara The Day of Cultures. Pengharapan, kegembiraan, penghiburan, penguatan iman, dan kekayaan pengetahuan akan kebudayaan saudara-saudara saya sungguh menyukakan batin. Sebelumnya, acara pagelaran disambut gembira oleh semua anggota Seminari Menengah Yuniorat OMI, sehingga masing-masing anggota membuat pagelaran terlaksana dengan baik dan lancer. Saya mendapat pembelajaran berharga bahwa komnitas saya memiliki benih-benih kekayaan hidup berkomunitas.
Saya sangat bersyukur untuk setiap rahmat Allah dalam hidup saya. Rahmat tersebut adalah Kharisma gereja yang hidup dalam kongregasi, dan budaya di tempat saya dibesarkan. Saya semakin mantap dalam mengambil keputusan hidup sebagai seorang calon imam gereja Katholik, khususnya menghidupi pilihan sebagai seorang OBLAT. Budaya bagi saya adalah suatu hal yang memperkuat hidup panggilan saya. Semoga pagelaran hari budaya ini dapat hidup dan berjalan terus sehingga mengilhami calon-calon seminaris berikutnya untuk lebih mencintai budaya lokal, menemukan benang merah dalam kharisma OMI. Harapan kemudian adalah dapat menemukan rahmat dan kehendak Tuhan dalam hidup berbudaya di setiap perutusan.